Achmad Ananda Djajanegara - Membangun Karakter Tim Super
Di tengah tantangan fundamental industri tambang, PT ABM Investama Tbk. Menjadi satu daru sedikit perusahaan yang mampu menjaga pertumbuhan. Tahun lalu, entitas anak Grup Tiara Marga Trakindo itu mampu menggapai rekor operasional tertinggi sepanjang sejarah perseroan. Apa kiat Presdir Achmad Ananda Djajanegara? Bisnis mewawancarainya baru-baru ini. Berikut petikannya:
Bagaimana pengalaman saat pertama kali ditunjuk sebagai pemimpin ABM Investama?
Saya bergabung pada 2008, mulanya bukan di ABM, tapi justru di induk perusahaannya yaitu PT Tiara Marga Trakindo. Kala itu, saya ditunjuk sebagai chief strategic officer.
Kebetulan, momentumnya tepat, TMT sedang mengebut program restukturisasi perusahaan. Dulu, kami mengenal keberadaan super holding untuk menaungi banyak perusahaan. Kemudian setelah dipetakan kembali, kebijakan strategis diputuskan lantas dibentuk tiga sub-holding.
Pertama, Trakindo itu sendiri. Kedua, ABM diinisiasi sebagai holding company untuk energy related business, dan menaungi lima anak perusahaa. Ketiga, PT Mahadana Dasha Utama yang menaungi sector usaha umum.
Jadi, kami berinisiasi membagi tiga klaster; alat berat, energi, dan kelompok usaha lainnya yang notabene beyond dari kedua sektor tersebut, ada property, dan ritel. Kebetulan, momentumnya tepat, saya mengisi posisi di ABM.
Apa tugas dan inisiatif pertama Bapak saat itu?
Sebetulnya, kinerja perusahaan saat itu masih dibilang cukup baik. Dari lima anak usaha di bawah ABM, saya harus bisa menyinergikan mereka dengan membuat strategi pengelompokan. Empat dari lima perusahaan bergerak di sektor downstream, mulai dari kontraktor pertambangan, bisnis listrik, engineering service, dan logistic.
Masalahnya, saat itu, ABM justru tidak memiliki lini usaha tambang, yang notabene merupakan upstream dari bisnis yang kami geluti. Sedari awal, kebijakan perusahaan memang tidak ke sana, karena kami sudah mejalankan bisnis alat berat, khawatir terjadi konflik kepentingan, padahal sebetulnya engga juga.
Nah, saya ingin memaksimalkan itu, terlebih bisnis pertambangan pada 2008 sedang booming. Kami bergerak cepat untuk membeli satu perusahaan tambang. Jadi unit usaha ABM terhitung komplit.
Apakah ada terobosan untuk merombak tim?
Holding itu kan representasi dari pemilik perusahaan, kalangan professional belum banyak terlibat. Nah, itu yang coba diperbaiki. Profesional akhirnya masuk dan mengisi klaster-klaster yang terbentuk dari proses restrukturisasi perusahaan. Mereka menjadi motor utama untuk menjalankan dan mengelola anak-anak perusahaan.
Sejak terjadi perombakan, orang-orang lama di jajaran eksekutif yang mengisi posisi Direktur dan Manager hanya tersisa satu sampai dua orang, sekitar lebih dari 90% ditempati professional yang merupakan orang-orang baru.
Dengan kehadiran hampir 90% muka baru dari kelompok professional, apakah tidak kesulitan pertama kali membentuk team work?
Ada strateginya, memang sulit pada mulanya. Bayangkan, selama berpuluh-puluh tahun dikelola dalam nuansa perusahaan keluarga, tiba-tiba didominasi kelompok professional. Sebagian besar dari mereka pun datangnya dari perusahaan multinasional. Saya akui butuh adaptasi, tapi mereka lebih mudah berkembang.
Sisi positifnya lagi, perusahaan juga lebih leluasa menetapkan nilai-nilai inti perusahaan (core values). Sejak dulu, kami sudah menginjeksi lima core values mulai dari integrity, continuous development, excellent, proactive, dan teamwork. Profesional lebih mudah menerima itu karena konsisten dan terbiasa dengan nilai-nilai tersebut.
Pada perkembangannya, core values bersifat mengikat antara professional lama dan baru. Kinerja mereka diukur dari situ, terutama karakternya, interpersonal perform, jadi merupakan bagian dari indicator penilaian kinerja, Kalau tidak diikuti dengan core values, artinya underperform.
Dalam menyiapkan kader-kader itu, apa pertimbangan Anda?
Dari hari pertama bergabung di ABM, saya sudah menyiapkan kriteria suksesor saya nantinya. Faktor karakter yang paling penting, bukan hanya kompetensi dan knowledge. Karakter itu lah yang membuat kami survive.
Untuk itu, saya melakukan hiring super ketat. Mereka harus punya kriteria kuat. Contoh, posisi Direktur Utama anak perusahaan, individu yang punya kompetensi bagus tapi karakter tidak cocok, maka tidak akan direkrut. Pola seperti ini akan kami coba terus ke depan.
Pada akhirnya, kader-kader yang terpilih itu bakal mempunyai gaya kepemimpinan sendiri. Lantas, core values itu lah yang kemudian berperan.
Dalam beberapa kesempatan, saya juga berusaha menularkan gaya kepemimpinan yang ideal. Seperti halnya tipikal orang Indonesia, musyawarah untuk mufakat, bisa debat kusir sampai berdarah-darah, tapi selepas itu sudah kompak, keputusan mayoritas harus konsisten dijalankan. Saya tanamkan dari nilai-nilainya, kami dibentuk bukan untuk menjadi superman melainkan superteam.
Selama memimpin perusahaan, apa pengalaman paling sulit?
Perusahaan ini menjalankan banyak lini usaha dengan tingkat keterhubungan erat pada satu sektor usaha pertambangan. Saat fundamental industrinya melambat, itu berpengaruh ke seluruh lini usaha.
Saya rara, semua penggiat sektor usaha pertambangan tidak menyangka tren industri terus menurun. Sampai saat ini pun, belum terlihat situasi yang akan membuat industri ini mencapai turn around dan keluar dari masa-masa sulit, terutama selepas 2012.
Dulu, saat melihat potensi pasar sedang bagus-bagusnya, kami menyiapkan infrastruktur sebaik mungkin, mulai dari memperkuat aset, kapasitas SDM, sampai sistem di perusahaan. Kenyataannya, kami dihadapkan pada kondisi yang kurang baik, sementara investasi sudah cukup tinggi.
Ketika fundamental industri melambat, apa yang Bapak gagas?
Efisiensi. Sebagai perusahaan terbuka, kami berkepentingan menyuguhkan kondisi keuangan yang sehat. Kami terlalu terlena sebelum 2012, tidak efisien, Mumpung industry seperti ini, saatnya blessing in disguise. Saya katakana ke teman-teman di tim, yuk kita beresin ‘perut’ perusahaan, kelola dengan baik sistem, proses kerja, dan lainnya.
Di samping meninjau cost improvement di semua level, pada awal 2012, kami menerapkan model bisnis baru, Kami tidak ingin terlalu berkonsentrasi di sektor pertambanganm kala itu sekitar 70%. Portofolio tidak berimbang. Kami berfikir untuk meningkatkan porsi listrik dan logistik, agar komposisinya lebih kuat.
Sudah ada dampaknya?
Saat ini sedang progress model bisnisnya, perhatian lebih besar akan ditunjukan ke bisnis listrik dan logistik, konstribusinya harusnya lebih besar. Ke depan, komposisinya tidak lagi 70%-30%, tapi berimbang jadi 50%-50%.
Itu mimpi kami, beyond pertambangan. Saya sadar, transformasi memang lebih baik dilakukan saat perusahaan di atas, tapi situasi sedang tidak mendukung, kami harus bergerak lebih cepat.
Saya piker sangat penting bagi kami bisa melewati masa-masa sulit, tidak perlu terlalu agresif, tidak harus ngoyo, kami ingin merapikan persoalan di dalam dulu, mumpung industrinya lagi permisif.
Sudah ada cetak biru untuk menunjang target jangka panjang?
Bisnis listrik cukup siap, sebagian besar temporary power. Kami akan lebih banyak ke bisnis independent power produce (IPP). Kami sedang membuka kesempatan di Aceh, setelah didukung konsesi tambang yang akan mulai produksi November 2014.
Sementara itu, prospek bisnis logistik juga cukup baik. Ada yang bilang komoditas tambang oversupply sampai akhir tahun, bahkan industry pulih mulai pertengahan 2015. Tren permintaan akan naik terus, kendati tidak akan mencapai level yang sama seperti pada 2012.
Pemulihan permintaan itu akan berpengaruh ke sektor logistik. Selama ini, lini bisnis logistic terintegrasi melayani kebutuhan grup usaha, in house dengan porsi 70%, dan sisanya eksternal. Kami perlu membuat matriks baru karena banyak kebutuhan angkutan oil and gas saat ini.
Strategi jangka panjang, apa ekspektasi Bapak terutama setelah membuka konsesi tambang di Aceh?
Permintaan batu bara cukup kuat, terutama jangka panjang. Di dalam negeri, prospeknya sangat baik. Asumsi itu juga ditopang kebutuhan PT PLN (Persero) yang sangat tinggi.
Untuk pasokan ke luar negeri, kami memiliki keuntungan geografis karena Aceh berdekatan dengan India. Biaya logistik bisa ditekan lebih rendah. Kami bisa menghemat sekitar US$8 dibanding kan dengan mengirim batubara ke India via Kalimantan. Itu lumayan banget. So far, pengusaha di India cukup tertarik.
Di samping itu, kami juga berminat ekspor listrik, tapi tetap akan mengedepankan kebutuhan di dalam negeri karena permintaan cukup tinggi. Ekspor dilakukan kalau harga bagus.
Mendekati integrase ekonomi Asean, apa yang Bapak siapkan agar perusahaan lebih kompetitif?
Lima anak perusahaan saat ini merupakan pemimpin di sektor industry masing-masing. Untuk bisnis listrik, misalnya, pangsa pasar 45%. Kami akan proaktif mencari kesempatan di Filipina, Vietnam, Thailand, sehingga tidak perlu menunggu orang mencaplok pasar di domestik, tapi kita berburu ke sana.
ABM bisnisnya terintegrasi, saya rasa itu yang membuat kami cukup kompetitif dalam menghadapi integrase ekonomi Asean.
Setelah lebih dari 5 tahun memimpin perusahaan, apakah pernah merasa jenuh?
Sebagai manusia biasa, jenuh pasti pernah, tapi saya menikmati prosesnya. Harus diakui, passion saya cukup besar di industry ini. Aneh loh, latar belakang saya awalnya bukan di situ. Saya memulai karier di sektor keuangan dan perbankan, tapi karena kerap terhubung dengan industri pertambangan, saya jadi tertarik.
Saya pikir, balik lagi ke semangat dalam diri, itu kritikal. Kalau sudah tidak ada passion lagi, susah itu. Jadi semangat harus terus dijaga.
Apa yang Anda lakukan di luar rutinitas kerja, terutama saat akhir pekan?
Saya beruntung bekerja untuk pemilik perusahan yang fair memberi kelonggaran, mana professional time, mana quality time untuk keluarga. Karena itu, saya selalu punya waktu jalan-jalan bersama istri dan anak.
Setiap week end, saya juga masih sempat main golf. Selama ini, pengalaman paling berkesan main di Nirwana Golf Bali. Kalau ada kesempatan berkunjung di luar negeri pun, saya suka menyempatkan main golf. Ada satu tempat yang paling berkesan yaitu Pebble Beach di Amerika Serikat. Terlepas dari usaha untuk meningkatkan networking, saya memang suka maen golf dengan teman-teman lama, sekalian ngumpul. Ada manfaatnnya juga.
Selain golf, ada hobi lain yang menyita waktu senggang Bapak?
Saya tergila-gila dengan sepak bola, fans berat Liverpool FC. Saya adalah liverpudlian sejak 1978. Saya pernah nonton langsung di Anfield, atmosfernya berbeda. Saat itu Liverpool menjamu musuh bebuyutannya, Manchester United. Liverpool menang 3-1, saya senang sekali.
Idola saya Steven Gerrard, very good leader. Dia bisa merangkul semua pemain di ruang ganti maupun di lapangan hijau.
Setiap kesempatan berkunjung ke Inggris, saya sempatkan ke Liverpool. Waktu itu, kebetulan ABM sedang roadshow dalam rangka penawaran umum saham perdana.
Kalau ada kesempatan lagi, saya ingin sekali ke sana, merasakan lagi atmosfer yang sama. Sementara ini, nonton di rumah dulu, tandem dengan istri, atau beberapa kali nonton bareng di luar rumah.
Ada rencana menjelang masa pensiun?
Tidak ada, sederhana-sederhana saja. Saya ingin menghabiskan waktu bersama istri, selama ini kan banyak tersita untuk kerja. Kebetulan, saya ingin menetap di Bali, menikmati masa tua.
Pewawancara: Surya Mahendra
Kinerja Bisnis Logistik dan Tambang ABM Investama
Divisi logistik dan sewa kapal memberikan kontribusi pendapatan sebesar US$101,3 juta sepanjang tahun lalu. Jumlah aktivitas pengangkutan batu bara dari entitas anak PT Cipta Krida Bahari tercatat naik 42% menjadi 6,51 juta metrik ton.
Segmen bisnis kontraktor dan tambang batu bara masih menjadi tumpuan utama pendapatan perseroan, dengan kontribusi senilai US$451,17 juta pada 2013. Di tengah kondisi pasar batu bara thermal yang sulit, penjualan batu bara melalui anak usaha, PT Reswara Minergi Hartama meraih pencapaian tertinggi dalam sejarah, yaitu sebesar 5,3 juta ton atau naik sebesar 14% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Biodata
Nama: Achmad Ananda Djajanegara
Pendidikan
- Sarjana Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia 1990
- Master of Business Administration, Rotterdam School of Management Erasmus University, Rotterdam, Belanda, 1992
Perjalanan Karir
- President Director PT ABM Investama Tbk., 2010- sekarang
- Managing Director PT ABM Investama Tbk., 2009-2010
- Chief Strategy Officer PT Tiara Marga Trakindo, 2008-2009
- Managing Director Standard Chartered Bank, 2007-2008
- Senior Director Standard Chartered Bank, 2006-2007
- Partner of Corporate Finance and Advisory Fund Asia, 2006-2007
- Managing Director Abacus Capital, 2001-2003
- Vice President/Relationship Manager Bank of America, 1996-2000
- Senior Vice President Bank of America, 2000-2001